Kebijakan Pemerintah Indonesia Pada Masa Awal Kemerdekaan

Kebijakan Pemerintah Indonesia pada Masa Awal Kemerdekaan Pada awal kemerdekaan, kehidupan ekonomi Indonesia masih amat kacau. Terjadi inflasi yg parah yg disebabkan oleh beredarnya mata uang Jepang yg tak terkendali. Selain itu, adanya blokade dari pihak Belanda semakin menyulitkan ekonomi Indonesia. Dengan adanya blokade itu, barang-barang dari RI tak bisa diekspor. Belanda berharap terjadi kegelisahan sosial, inflasi yg tinggi, & kelangkaan bahan-bahan kebutuhan rakyat.

Pemerintah RI berusaha untuk menebus blokade Belanda itu. Upaya politis yg dilakukan ialah pemberian donasi beras pada India sebanyak 5000 ton lantaran negara itu sedang ditimpa bahaya kelaparan. Sbg imbalannya, pemerintah Indonesia bakal menerima bahan pakaian yg dibutuhkan oleh rakyat. Pemberian donasi beras ini menunjukkan adanya solidaritas diantara sesama bangsa Asia yg pernah dijajah oleh bangsa asing. Antara Indonesia & India kemudian tumbuh sikap saling membantu. Negara India terlibat secara aktif dalam perjuangan diplomasi Indonesia dalam forum internasional.

Kebijakan Pemerintah Indonesia pada Masa Awal Kemerdekaan


Penyelenggaraan Konferensi Ekonomi Indonesia
Dalam menanggulangi masalah ekonomi perintah RI dan juga menempuh perbuatan/langkah yg bersifat konseptual. Usaha-usaha itu direalisasikan oleh pemerintah pada bulan Februari 1946 dengan diselenggarakannya Konferensi Ekonomi Indonesia yg pertama. Adapun tujuan konferensi itu ialah untuk memperoleh kesepakatan dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi negara yg bersifat yg mendesak yg diantara lain masalah produksi & distribusi memakanan, masalah sandang, serta masalah status & pengurusistrasi pengelolaan perkebunan-perkebunan. Konferensi Ekonomi ke-2 diselenggarakan di Kota Solo pada tanggal 6 Mei 1946. Konferensi ini  mempunyai ruang lingkup lebih luas. Masalah yg dibahas ialah program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian harga, distribusi, & alokasi tenaga kerja.

Pembentukan Badan Perancang Ekonomi
Setelah iadakannya konferensi ekonomi ke-2, pemerintah tetap berusaha memecahkan masalah ekonomi nasional. Atas inisiatif Menteri Kemakmuran, A.K. Gani maka tanggal 19 Januari 1917 dibentuk Badan Perancang Ekonomi. Badan ini adalah badan yg bertugas membuat rencana pembangunan ekonomi untuk jangka waktu 2 sampai 3 tahun. Selain itu, badan ini dan juga bertugas untuk mengkoordinasi & merestrukturisasi semuanyanya cabang produksi dalam bentuk badan hukum seperti yg dilakukan pada BPPGN & PPN. Sesudah Badan Perancang Ekonomi bersidang, Menteri A.K. Gani kemudian mengumumkan rancangan pemerintahan mengenai Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun.

Pelaksanaan Rencana Kasimo
Karena perekonomian Indonesia amat bergantung pada produksi pertanian, maka bidang ini dijalankan kembali. Oleh Menteri Urusan Bahan Makanan Kasimo diturunkan Rencana Produksi Tiga Tahun (1948-1950), yg lebih terkenal dengan nama Kasimo Plan. Kasimo Plan ialah usaha swasembada pangan dengan petunjuk pelaksanaan yg prkatis. Isi dari Kasimo Plan diantara lain:

  • Menanami tanah kosong (tidak terurus) di Sumatera Timur seluas 287.277 hektare.
  • Melakukan intensifikasi pertanian di Jawa dengan menanam bibit unggul.
  • Pencegahan penyembelihan hewan-hewan yg berperan penting bagi produksi pangan.
  • Di setiap desa dibentuk kebun-kebun bibit.
  • Pelaksanaan transmigrasi bagi penduduk Jawa.
  • Kebijakan Moneter


Oeang Republik Indonesia (ORI)
Sejak akhir pemerintahan pendudukan Jepang sampai awal masa kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia mengalami kehancuran. Pada kala itu, inflasi yg hebat menimpa Negara Republik Indonesia yg baru saja lahir. Sumber inflasi itu ialah beredarnya mata uang Jepang secara tak terkendali. Jumlah ini semakin bertambah ketika sekutu berhasil menduduki beberapa kota besar di Indonesia & menguasai bank-bank. Dari bank-bank itu diedarkan uang cadangan berjumlah 2,3 milyar guna membiayai operasi-operasi militer & menggaji pegawai dalam rangka mengembalikan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.
Pada tanggal 6 Maret 1946, panglima sekutu mengumumkan berlakunya uang NICA sbg pengganti uang Jepang. Pemerintah Indonesia menolak penggunaan uang itu & menyatakan bahwa uang NICA tidak alat pembayaran yg sah di dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Selanjutnya, pemerintah pada bulan Oktober 1946 mengeluarkan ORI untuk menggantikan uang kertas Jepang yg sudah amat merosot nilainya.

Program Pinjaman Nasional
Pemerintah RI berjuang keras untuk mengatasi kesulitan moneter dengan melakukan pinjaman nasional. Dengan mendapat persetujuan dari Badan Pekerja Nasional Indonesia, menteri keuangan, Surahman melakukan pinjaman nasional berdasarkan UU No.4/1946. Besarnya pinjaman ini yg direncanakan berjumlah 1 milyar yg dibagi atas dua tahap &a bakal dibayar kembali selambat-lambatnya dalam jangka 40 tahun. Guna mengumpulkan &a dari masyarakat, maka pada bulan Juli 1946 seluruh penduduk di Jawa & Madura diwajibkan untuk menyetorkan uangnya ke bank-bank tabungan pos & rumah pegadaian. Pada pinjaman tahap pertama berhasil dikumpulkan sejumlah 500 juta. Pelaksanaan pinjaman ini dinilai sukses & adalah salah satu indikator yg menunjukan usaha pemerintah mendapat dukungan dari rakyat.

Pengurangan Defisit Anggaran
Setelah pengakuan kedaulatan pada tanggal 27 Desember 1949, situasi perekonomian Indonesia tetap belom pulih lantaran masih mewarisi keadaan ekonomi & keuangan yg mengkhawatirkan. Pada waktu itu bangsa Indonesia harus menanggung hutang luar negeri Hindia-Belanda sebesar 1500 juta rupiah. Dan hutang dalam negeri sejumlah 2800 juta rupiah. Beban yg berat ini adalah konsekuensi pengakuan kedaulatan. Difisit pemerintah pada waktu itu 5,1 milyar rupiah. Pemerintah mengambil beberapa langkah untuk mengurangi defisit. Misalnya, dengan mengeluarkan pinjaman pemerintah dengan cara melakukan perbuatan/langkah keuangan pada tanggal 20 Maret 1950.

Kebijakan Politik
  • Pembentukan KNIP. Dalam perkembangannya, kelompok pemuda yg dipimpin oleh Syahrir merasa tak puas dengan sistem kabinet presidensial sehingga berusaha memengaruhi beberapa anggota KNIP lainnya untuk mengajukan petisi pada Soekarno-Hatta. Isi petisi itu berupa tuntutan pemberian status MPR pada KNIP. Karena petisi itu, KNIP mengadakan rapat pleno pada tanggal 16 Okterber 1945. Atas dorongan sidang KNIP itu, wakil presiden Moh.Hatta mengeluarkan maklumat No.X tahun 1945 yg menetapkan bahwa KNIP sebelum terbentuk MPR & DPR diserahi kekuasaan legislatif, ikut menetapkan GBHN, serta menyetujui bahwa pekerjaan KNIP sehari-hari sehubungan dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan kerja yg dipilih iantara mereka yg bertanggungjawab pada KNIP. Badan pekerja KNIP akhirnya dibentuk & diketuai oleh Sutan Syahrir dengan wakilnya Amir Syarifudin. Selanjutnya, disetiap ibukota provinsi didirikan komite nasional daerah. Pada awalnya, KND bertugas sbg pembantu kepala pemerintahan provinsi, adalah Gubernur. Namun dengan adanya perubahan pada fungsi KNIP jadi badan legislatif yg dipimpin oleh Kepala Daerah. Badan ini dan juga mempunyai fungsi sbg badan eksekutif dengan jumlah anggota 5 orang.

  • Pendirian Partai-partai Politik. Sbg suatu negara yg baru merdeka, RI dihadapkan oleh masalah gimana cara menampung / menyalurkan berbagai ideologi yg berkembang dalam masyarakat ke dalam suatu bentuk partai politik. Pada awalnya pemeritah berencana mendirikan sebuah partai tunggal yg bakal diberi nama partai nasional Indonesia. Oleh lantaran itu, dalam rapat tanggal 22 Agustus 1945, PPKI telah mengambil suatu keputusan untuk mengadakan persiapan guna penyusunan sebuah partai tunggal itu. Namun, rencana untuk mendirikan partai tunggal ini dibatalkan. Kemudian pada tanggal 3 Nopember 1945, pemerintah mengeluarkan sebuah maklumat mengenai pembentukan partai-partai politik. Secara lengkap, isi Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 yg ditandatangani oleh Wakil Presiden Moh.Hatta sbg berikut. Pemerintah mendorong timbulnya partai-partai politik lantaran dengan adanya partai bisa dipimpin ke jalan yg teratur segala aliran faham yg dalam masyarakat. Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah disusun sebelum pemilihan anggota badan-badan perwakilan rakyat pada bulan Januari.. Selanjutnya lahirlah partai-partai politik seperti Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yg dipimpin oleh Dr. Soekirman Wiryo Sanjoyo, Partai Komunis Indonesia yg dipimpin oleh Moh.Yusuf, Partai Buruh Indonesia yg dipimpin oleh Nyono, Partai Rakyat Jelata yg dipimpin Sutan Dewanis, Partai Kristen Indonesia yg dipimpin oleh Probo Winoto, Partai Sosialis Indonesia yg dipimpin oleh Amir Syarisfudin, Partai Rakyat Sosialis yg dipimpin oleh Sutan Syahrir, Partai Khatolik Republik Indonesia yg dipimpin oleh I.J.Kasimo,Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia yg dipimpin oleh J.B.Assa, Partai Nasional Indonesia yg dipimpin oleh Sidik Joyo Sukarto.
  • Maklumat Pemerintah 14 Nopember 1945. BPKNIP mengeluarkan pengumuman No.5 tanggal 11 Nopember 1945 mengenai pertanggungjawaban menteri pada perwakilan rakyat. Dalam pemikiran kala itu, KNIP iartikan sbg MPR. Sementara BPKNIP disamakan dengan DPR. Jika demikian secara tak langsung BPKNIP dengan mengelurkan pengumuman itu telah meminta peralihan pertanggungjawaban menteri-menteri dari presiden ke BPKNIP. Namun, presiden Soekarno justru menyetujui usul itu & mengeluarkan Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945. Dengan persetujuan itu, sistem kabinet presidensial dalam UUD 1945 telah iamandemen begitu saja jadi sistem kabinet parlementer. Ini terbukti setelah BP KNIP mencalonkan Sutan Syahrir sbg perdana menteri akhirnya kabinet presidensial Soekarno-Hatta jatuh & digantikan oleh kabinet parlementer dengan Sutan Syahrir jadi perdana menteri pertama.
  • Pemindahan Ibukota RI ke Yogjakarta. Menjelang akhir tahun 1945 keamanan kota Jakarta semakin memburuk tentara Belanda semakin merajalela & berbagai aksi teror meningkat. Mengingat situasi yg semakin memburuk, Presiden Soekarno & Wakil Presiden Hatta pada tanggal 4 Januari 1946 memutuskan pindah ke Yogyakarta yg kemudian dijadikan sbg Ibu Kota Negara RI.
  • Pelaksanaan Konferensi Meja Bundara. Pada tanggal 23 Agustus 1949, KMB dilaksanakan. Delegasi Indonesia diketuai oleh Moh.Hatta, delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II & delegasi Belanda diketuai oleh Mr. Van Maarseveen. Sbg penengah ialah UNCI diwakili oleh Chrichley (Australia).

Dalam perundingan itu, dicapai kesepakatan diantara lain :
  1. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat.
  2. Dibentuk Uni Indonesia Belanda.
  3. RIS mengembalikan hak milik Belanda memberikan izin baru terhadap perusahaan Belanda di Indonesia.
  4. RIS membayar hutang-hutang pemerintah Hindia-Belanda.
  5. Irian Barat ditunda penyelesaiannya dalam jangka waktu 1 tahun kemudian. Dengan disetujuinya hasil-hasil KMB, maka terbentuklah RIS.
Penelusuran terkait :
  • kebijakan pemerintah pada awal kemerdekaan di bidang militer
  • kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi pada awal kemerdekaan sampai tahun 1950
  • kebijakan pemerintah pada awal kemerdekaan di bidang politik
  • kebijakan pemerintah dalam bidang militer pada awal kemerdekaan
  • mengapa keadaan perekonomian indonesia setelah merdeka sangat memprihatinkan
  • kondisi politik pada awal kemerdekaan
  • masa awal kemerdekaan (1945-1959)
  • perkembangan situasi politik dan kenegaraan indonesia diawal kemerdekaan

0 Response to Kebijakan Pemerintah Indonesia Pada Masa Awal Kemerdekaan

Post a Comment